Selama ini penyakit segan singgah di badannya. Mungkin ayah jarang
sakit karena darahnya pahit karena akibat selalu minum kopi kental. Iya, kopi yang sangat kental saban pagi diminum ayah dari gelas
berkaca gemuk.
Ayah tidak berolahraga, tapi otot-otot
badannya liat. Ayah juga pernah bercerita waktu muda dia suka olahraga
gimnastik, bergelantungan pada palang-palang besi. Waktu aku masih
kecil, aku dan adik-adiku sering meminta ayah membekokoan lengannya,
supaya kami bisa melihat telur burung unta yang mencuat di lengan
atasnya,lalu kami berebutan memencet telur besar itu,ayah ketawa saja
melihat ulah kami.
Pada suatu waktu ayah mengajaku
ke tempat yang memukau menurutnya. diberi ia nama“taman kodok” tak pernah bosan ia
mengajakku kesana saat ia suntuk dengan pekerjaannya di ajaknya aku
bermenung di taman dengan mengendarai motor bebek-tuanya…
Dahulu juga sering aku terbangun saat mendengar sorak-sorai suara di televisi,
Kala
itu dini hari aku banggun dan duduk di samping ayah sembari menoton
pertandinggan sepakbola yang ayah gemari, tak ketinggalan di temani segelas kopi hitam dengan lisongnya .aku dan ayah khusyuk menonton pertandingan sepakbola.
Namun saat itu aku melihat ayah tergolek lemah tak berdaya, Ayahku yang
aku ingat adalah lelaki bertubuh liat. yang aku lihat kala itu matanya
redup dan tulang pipinya runcing karena darah dan daging yang telah
luntur dari wajahnnya.Aku rengut selimut dan membunngkus badan
kurusnnya,jantunggku berdebar tak tentu, tanganku ditarik dan dicenggkram
di pergelangan tangan. Tiba-tiba napas ayah tercekat,kelopak matanya
pelan – pelan terkatup dengan tangan bergetar aku mengusap-usap kening
ayah yang sekarang penuh manik-manik peluh,Ujung tangan dan kakinya
sudah seperti es.
Aku berbisik lirih mendekatkan kepala ke
wajahnya,komat-kamit mengucapkan zikir.tetapi matanya semakin sayu
layu, beberapa detik tak ada reaksi.Matanya bercahaya redup seperti
senter kehabisan baterai.
Aku bertanya pada diriku, "Ya
tuhan apakah ayah telah Pergi? Apakah ini kefanaan yang engau janjikan?
Bahwa mati adalah kepastian paling pasti dalam hidup?" Aku Terpekur
dengan perasaan berkecamuk,Tengkukku tersa dingin. Aku tidak mendengar
langsung jawaban dari Tuhan, Tapi hatiku bisa merasakan jawabannya. dengan hati pilu hatiku berbisik, “Ayah Telah Pergi.”
Wajah Ayah tenang, tapi berawan. Tangan itu telah kelu dan semakin lama
semakin dingin.Dingin yang perih.Aku belai muka ayahku dengan kedua
tanganku. Lalu aku rapatkan kelopak matanya yang setengah terbuka dengan
ujung telunjuk dan jempolku. Sambil memicingkin mata, aku genggam
tangan beku ayah.aku coba ikhlas dan membisikan innalillahi wainna illaihi rajiun.
Semua yang ada di dunia hanya punya dia, dititipkan sementara dan
semuannya akan kembali kepada Dia. Aku merasa ayah pergi begitu cepat..
Aku bergejolak dan mendekat wajah ayah, berkelebat sampai di depan
lubang tanah merah itu,ke dalam liang lahat mengenadah ke atas untuk
menerima badan ayah yang putih dibalut kain kafan. Aku bias memeluk ayah
terakhir kalinya sebelum aku baringkan di lubang lahat yang sempit, bau
tanah merah,dah gerah.aku berjongkok dan mendekat ke wajah
ayah, melantunkan lamat-lamat azan sendu. Titik peluh dan air mata
bercampur gamang di wajahku dan meneteskan rasa asin ke mulutku.Aroma air
mawar, kapur barus, dan tanah yang baru digali mengerubuti hidungku.
Pelan-pelan tanah basah yang berbongkah aku luruhkan samapi menimbun
sehelai benang kafan putih terakhir yang masih mencuat.
Awalnya pelan,hanya merembes disudut mata, lalu air hangat
melimbak-limbak dari mana saja. Jatuh menetes ke nisan kayu. Tiba-tiba
Pelbagai bentuk penysalan muncul di semua sudut hatiku. Banyak petuah
dan permintaan ayah yang belum aku patuhi. Berkali-kalia aku melawan
keiinginannya, berkali roman mukannya karena kata dan kelakuanku. Untuk
itu semua aku belum sempat meminta semua maaf dari beliau langsung.,
bahkan belum pernah sekali pun aku ucapkan “aku saying ayah”. Kini
semuanya terlambat aaku sadari. Tidak akan pernah kembali waktu yang
berlalu.
Selamat jalan, Ayah. Sampai ketemu nanti di
kehidupan setelah mati. Selamat jalan, Ayah. Semonga perjalannmu
menyenagkan ke atas sana. Aku akan mendoakan Ayah dari sini. aku akan
mencoba menjadi anak yang saleh yang terus mendoakanmu, supaya menjadi
amalanmu yang tak pernah putus. Aku akan selalu mengingat selalu
nasihat terakhir Ayah. yang jelas kita tidak bias menonton bola bersama
lagi, kecuali di surga ada sepak bola.
entah apakah di surga ada lapangan bola... tapi yang pasti, mungkin di sana wajah ayah tak lagi berawan... karena bangga akan kesungguhan sang anak. ^___^
BalasHapus...
cerita berbagi yang indah.
punya rasa dan punya damba.
tentang berharap, bersyukur lalu mengenang yang terindah.
Semoga kenangan takkan pergi jauh...
berimbuhkan kenangan lain yang lebih disyukuri lagi.
dan semoga juga, kita punya kesempatan yang indah di pertemuan akhir nanti.